Dalam kisruh upaya pemerintah guna pemangkasan birokrasi dan peningkatan efisiensi, pengangkatan staf khusus dalam jumlah besar menuai kritik tajam dari khalayak. Tercantum dalam pasal 51 Peraturan Presiden Nomor 151 Tahun 2024 memang menyatakan pemberian kewenangan kepada Menteri Pertahanan guna mengangkat hingga lima staf khusus. Namun, dalam praktiknya, keberadaan para stafsus sering dipertanyakan efektivitas dan efisiensinya.
Jakarta, Selasa, 11 Februari 2025 – Keputusan Menteri Pertahanan Kabinet merah putih Sjafrie Sjamsuddin untuk melantik lima staf khusus serta tambahan satu asisten khusus kembali memicu perdebatan publik terkait efektivitas dan efisiensi birokrasi di tengah tuntutan reformasi pemerintahan. Dari kelima staf khusus yang dilantik, nama Deddy Corbuzier menjadi yang paling mencuri perhatian khalayak. Sosok yang lebih dilihat sebagai pesulap, presenter, dan podcaster ini kini menjabat dan diangkat sebagai Staf Khusus Menteri Pertahanan di bidang komunikasi sosial dan publik. Langkah ini sontak menimbulkan tanda tanya besar, Apakah pengangkatan ini merupakan kebutuhan strategis atau sekadar langkah pencitraan di tengah tekanan era digital?
Pengangkatan ini menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Sebagian menilai langkah tersebut sebagai gebrakan inovatif untuk menjangkau masyarakat melalui pendekatan yang lebih modern. Namun, tak sedikit pula yang mempertanyakan relevansi latar belakang Deddy Corbuzier dengan tugas strategis di kementerian yang memiliki peran vital dalam pertahanan nasional, Juga, di balik pelantikan ini, muncul kritik tajam terkait efisiensi birokrasi di Kementerian Pertahanan. Pengangkatan staf khusus dianggap menambah beban lapisan birokrasi baru dan berpotensi memperlambat proses pengambilan keputusan, terutama jika peran dan tugas mereka tidak diatur dengan jelas.
Pengangkatan Deddy Corbuzier sebagai staf khusus di bidang komunikasi sosial dan publik menjadi langkah yang tidak biasa di Kementerian Pertahanan. Selaku figur publik yang berpengaruh di media sosial, Deddy memang dikenal bertangan dingin dalam membangun narasi dan menyampaikan pesan secara efektif. Namun, dibalik itu pengangkatan ini juga memunculkan pertanyaan: Apakah pengalaman sebagai podcaster cukup menjadi modal untuk menangani isu-isu strategis di bidang pertahanan?
Beberapa pengamat menyatakan bahwa peran staf khusus membutuhkan pemahaman mendalam tentang kebijakan pertahanan serta kemampuan komunikasi politik yang matang. Menyederhanakan pesan-pesan strategis kepada publik memang penting, tetapi tantangan di kementerian pertahanan jauh lebih kompleks daripada sekadar komunikasi media. "Komunikasi publik di Kementerian Pertahanan tidak sesederhana menyampaikan informasi kepada masyarakat umum. Ini tentang membangun kepercayaan, menyederhanakan isu strategis tanpa kehilangan substansi, dan menjaga citra negara di tengah geopolitik yang sensitif," ujar Ahmad Yusuf, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsuddin, dalam sambutannya, menegaskan bahwa pengangkatan Deddy adalah bagian dari strategi untuk menghadapi era digital dan meningkatkan komunikasi publik yang lebih modern dan efektif. "Kami percaya bahwa pendekatan baru ini akan membawa warna segar dalam menyampaikan isu pertahanan kepada masyarakat," ujar Sjafrie.
Namun, reaksi di media sosial justru terbelah. Beberapa khalayak menyambut positif langkah ini, menyebutnya sebagai “angin segar di birokrasi yang kaku”, sementara lainnya menganggap keputusan ini sebagai “eksperimen berisiko” yang bisa berdampak pada kredibilitas kementerian.
sumber gambar : Kompas.com