Cinta 58% bertepuk sebelah tangan?

|

Akhir-akhir ini, publik dihebohkan dengan ucapan terimakasih yang dipersembahkan Presiden Republik Indonesia ke-8 Prabowo Subianto untuk Mantan Presiden Republik Indonesia ke-7 Joko Widodo dalam Kongres Hari Ulang Tahun (HUT) Partai Gerindra ke-17 pada Sabtu (15/2/2025) di Sentul, Bogor, Jawa Barat.

Di kesempatan tersebut, lelaki 73 tahun berjuluk Macan Asia tersebut berujar bahwa kemenangan yang didapat adalah buah dari campur tangan sang mantan Presiden RI ke-7, disambut tepuk tangan tamu undangan yang hadir.

"Saya katakan disini, kita berhasil karena kita di dukung oleh Presiden ke-7” ucapnya.

 Mendengar riuh tepuk tangan belum heboh, Prabowo memberi perintah untuk kembali bertepuk tangan meriah diiringi teriakan serak membara bak ingin menunjukkan rasa hutang budi yang mendalam.

“Tepuk tangannya kurang semangat!”

“Semangat lagi!”

“Hidup Jokowi!”  

Tidak lupa diiringi Yel-yel ‘Terimakasih Jokowi’ yang membuat Jokowi langsung berdiri dari tempat duduknya sembari melemparkan senyum simpul andalan.

Sampai disana, berkecamuk pikiran. Tak salah jika kita bertanya-tanya, apakah 58% total suara dari rakyat atas kemenangan dirinya dan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming adalah alat atau hanya sebagai jembatan untuk dirinya berterimakasih kepada Jokowi. Pendukung pak gemoy mungkin saja berkecil hati, merasa tak dianggap, bahkan bertepuk sebelah tangan, karena merasa kemenangan si gemoy kesayangan mereka bukan hanya karena Jokowi, melainkan juga ribuan pasang kaki yang berjalan ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan ribuan tangan yang secara sadar mencoblos nomor urut dua dengan penuh kebahagiaan di hari itu.

Namun, berbicara tentang “alat”, rasanya masyarakat Indonesia tidak perlu kaget lagi. Bukankah sedari dulu kita sudah menjadi alat pemuas keegoisan para pejabat? kita satu nusa satu bangsa satu rasa, mengerti betul rasanya lelah berharap kemudian jatuh lagi, berharap lagi lalu kecewa.

Masyarakat Indonesia tak terhitung kali merasakan angin surga atas janji para calon pejabat yang katanya berpihak pada rakyat, dan siap jatuh bangun untuk rakyat. Janji yang rasanya sangat suci. Sebenarnya mereka tau, siapapun pemenangnya tetap saja mereka akan kecewa. Namun hebatnya, rakyat Indonesia yang terkenal ramah ini selalu menyisakan berapa persen di hatinya untuk percaya bahwa janji itu pasti ditepati.

Tapi mereka tidak pernah mempersiapkan diri, dengan kenyataan bahwa cinta mereka bertepuk sebelah tangan, janji suci yang mereka dengar kadang dilupakan. Kritik mereka dibalas “Ndas mu” Ada pula janji suci yang dikabulkan namun harus merelakan beberapa hal salah satunya efisiensi anggaran yang berdampak pada PHK.

Tulisan ini adalah opini tentang rindunya kita pada rasa keadilan sosial yang merata. Terselip harapan bisakah kita mendapatkan hak yang layak tanpa mengorbankan hak-hak kita yang lain. Alasannya sangat sederhana, karena kita dan ribuan rakyat Indonesia telah berusaha membayar pajak apapun dengan baik dan disiplin.

Berhenti anggap kami alat. Jika memang kami alat, rawatlah kami. Bila suatu saat nanti kami berkarat, kalian juga yang akan sengsara wahai pejabat Budiman.

0
Maya Hardianti's Profile Picture

Maya Hardianti

Welcome